Selamat Datang di blog mas Teddy .... sebagian artikel di blog ini juga terdapat di
kompasiana.

Rabu, 22 Februari 2012

Lebih Dulu Mana, Membaca atau Menulis ?

Jika pertanyaan tersebut ditujukan kepada seorang muslim apalagi yang punya gelar “ustadz”, pasti akan dijawab ‘membaca’.
Kenapa? Ya, jelas … karena wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW berisi perintah untuk ‘membaca’. Alasan lain, karena membaca adalah jendela dunia, jendelanya ilmu pengetahuan. Dengan membaca wawasan kita akan bertambah.
Lantas jika ditanya, “Apa yang dibaca?” Ya jelas, tulisan. Nah, kalau ada perintah membaca berarti harus ada sesuatu untuk dibaca dan itu harus ada/tersedia terlebih dahulu. Apa gunanya perintah membaca jika tidak ada yang dibaca?
Mundur sejenak ke belakang, sebelum manusia menemukan teknologi rekaman suara, manusia selalu berusaha berkomunikasi atau berusaha meninggalkan jejak melalui tulisan, mulai dari coretan di dinding gua, di atas batu/prasasti, di atas daun lontar sampai akhirnya di atas kertas. Dari peninggalan-peninggalan tersebut kita bisa mempelajari dan mengetahui kejadian-kejadian/sejarah atau peradaban manusia di masa lampau.
Dalam perjalanan peradaban umat manusia, menulis merupakan cara mendokumentasikan dan mewariskan pengetahuan kepada generasi berikutnya. Pengetahuan tersebut dibaca dan kemudian ditulis ulang atau diperbarui oleh generasi berikutnya untuk diwariskan ke generasi berikutnya lagi. Begitulah siklus baca dan tulis terus bergulir dari generasi ke generasi. Akan halnya kenapa ketika kita masih kecil orang tua kita lebih dulu mengajarkan membaca daripada menulis, karena belajar membaca lebih bisa diterima daripada belajar menulis. Oleh karena itu hampir bisa dipastikan, jika anak bisa menulis pasti bisa membaca, tetapi anak yang bisa membaca belum tentu bisa menulis.
Sebuah tulisan bisa sebagai sarana komunikasi, informasi, dokumentasi, provokasi, atau sekedar curahan hati. Sayangnya budaya menulis kurang diminati daripada budaya melihat dan bicara. Padahal sebuah tulisan mempunyai kekuatan jauh lebih besar dari melihat atau berbicara. Sebagai contoh, sebuah perjanjian tertulis kekuatannya jauh lebih besar daripada perjanjian yang dibuat secara lisan. Atau, sebuah tulisan bisa menjadi bukti yang sangat kuat dalam kasus hukum, bahkan bisa lebih kuat dari kesaksian seorang saksi yang hanya berdasarkan katanya … katanya …. Banyak orang diam tak berkutik ketika ditunjukkan padanya sebuah tulisan yang ia buat sendiri. Bahkan beberapa tahun yang lalu ada yang masuk penjara gara-gara tulisan yang dibuatnya. Namun hal tersebut mestinya tak ada terjadi lagi di era kerterbukaan seperti sekarang ini. Jadi tak ada alasan untuk takut menulis. Tulislah … tulislah apa saja yang ingin kamu tulis. Jangan pedulikan ada yang membaca atau tidak. Anda tidak perlu sehebat Khairil Anwar, WS Rendra atau Arswendo Atmowiloto untuk mulai menulis.
Tulislah apa yang kamu ketahui, ketahuilah apa yang kamu tulis.
Salam dari seseorang yang sedang belajar menulis.

2 komentar:

  1. tetapi selain membaca tulisan manusia kita juga diperintahkn untuk membaca "tulisan" Allah (shg dpt mengambil hikmah yg ada di alam semesta ini). Mungkin itu yang dimaksud pada wahyu pertama tsb.

    Meskipun begitu, menulis juga sebenarnya punya dampak yang dahsyat, salah satunya untuk melatih kreativitas & kinerja otak kita.

    Postingan yg sngt menarik gan...hebat!
    salam positif dari LA MBARI corp.

    BalasHapus
  2. ma ksih atas kunjungan n komentarnya ...
    sy setuju dng anda, menulis merupakan sarana melatih "rasa"

    BalasHapus

Featured Posts Coolbthemes