Selamat Datang di blog mas Teddy .... sebagian artikel di blog ini juga terdapat di
kompasiana.

Senin, 05 Maret 2012

Pilot Asing, Sahabat Warga Pedalaman Papua


Ketika bertugas di Papua tahun ’96 yang lalu, saya mendapat telepon dr sahabat sy sewaktu kuliah dulu. Setelah berbasa-basi menanyakan kabar masing-masing, dia bertanya,
“Ngomong-omong, masih di Wamena, nih?” tanya temanku.
“Ohh … sekarang sy sedang di Jayapura.” jawabku.
“Pindah tugas, ya?”
“Ahh … nggak, cuma jalan-jalan aja. Biasa … malem mingguan.”
“Emang … Wamena Jayapura itu berapa jauh sih?”
“Yaa … paling cuma 20 – 30 menit perjalanan.”
“Ooo … deket dong.”
“Ya … kalo naik motor atau mobil … ini naik pesawat, bro!”
“****uk !” umpatan khas Suroboyoan-nya keluar.

Ya, jika Anda ingin punya jam terbang tinggi dalam arti yang sebenarnya, tinggallah di Papua. Hal ini terjadi karena belum ada jalan darat (yang layak dilewati) yang saling menghubungkan antar kota kabupaten. Jangankan jalan antar kota kabupaten, antar kecamatan dalam satu kabupaten saja masih banyak yang belum terhubung dengan jalan darat. Apalagi untuk kabupaten yang berada di pedalaman. Sedangkan untuk kabupaten yang berada di pesisir pantai, selain menggunakan pesawat, masih ada alternatif lain yaitu dengan menggunakan kapal putih milik Pelni.
Sekedar sebagai gambaran, dari Serui-Jayapura butuh waktu kurang lebih 2,5 jam perjalanan naik pesawat jenis Twin Otter, Serui-Biak kurang lebih 25 menit juga naik Twin Otter, Biak-Jayapura kurang lebih 90 menit naik Boeing, sedangkan Jayapura-Wamena kurang lebih 30 menit naik Fokker 27. Untuk rute yang lain saya belum pernah mencobanya.

Kembali ke daerah pedalaman. Untuk menembus daerah pedalaman Papua hanya bisa dilakukan dengan pesawat ringan/kecil sekelas Twin Otter, Pilatus atau Cessna, karena banyak landasan perintis di pedalaman Papua hanya berupa lapangan rumput. Sedangkan yang sudah diaspal bisa masuk dengan pesawat yang agak besar, seperti jenis Fokker 27 atau bahkan Hercules C130 milik TNI AU.

Buat pembaca yang belum pernah melihat atau merasakan landasan perintis, saksikan video–video berikut ini. Anda akan dibuat takjub sekaligus merinding oleh lokasi landasan-landasan perintis di pedalaman Papua. Ada yang diujung landasannya berupa jalan, sungai bahkan tebing dan jurang. Jika Anda lihat ada salah satu ujung landasan dibuat menanjak, hal tersebut untuk memudahkan pesawat saat take off. Maka jangan heran, jika di Jawa kendaraan dihentikan untuk sementara karena ada kereta api mau lewat, kalau di Papua kendaraan dihentikan sementara karena ada pesawat mau take off atau landing.


Mengenai landasan rumput ini, salah seorang teman saya pernah bergurau, bahwa landasan itu sebenarnya tanah lapang milik masyarakat yang disewakan untuk landasan, karena lebih banyak nganggurnya. Justru lebih sering dipakai untuk gembala ternak, main bola, jogging atau tempat untuk latihan naik sepeda motor.
Untuk menembus pedalaman Papua, mau tidak mau kita harus memberi dua jempol untuk pilot-pilot dari MAF (Mission Aviation Fellowship) dan Susi Air, yang kebanyakan berasal dari Amerika, Kanada dan Eropa. Mereka terkenal berani menembus halangan cuaca dan jarang sekali kembali ke pangkalan sebelum mendarat di tempat tujuan. Memang ada pilot Indonesia, tapi jumlah tak seberapa dibanding dengan pilot warga negara asing. Sejak pertama kali MAF masuk di Papua (1952), pilot-pilot misionaris itu tak pernah lelah melayani warga pedalaman Papua, mengantarkan logistik (bahan makanan, bahan bakar serta bahan bangunan) ke warga pedalaman. Merekalah sahabat-sahabat sejati warga pedalaman Papua.

0 komentar:

Posting Komentar

Featured Posts Coolbthemes